Menulis Membuang Perih 2

 Dan perih yang akan kubuang selanjutnya adalah penyesalan panjang mengikuti program kepemimpinan.  Bukan kebanggaan yang aku impikan selama ini sebab segala yang aku lakukan ternyata hanya membuang perih dari tempat yang berbeda. Ada perih dan lelah muncul di tempat berbeda.  Bukan tujuanku untuk memulai menjadi tinggi sebab tadinya aku hanya ingin menunjukkan eksistensiku, menunjukkan keberadaanku sebagai manusia agar pandanganmu mengarah padaku dan itu berhasil kulakukan sampai kau bawakan aku rembulan untuk meminta maaf padaku.  Namun semua itu membawa persoalan baru... keberadaan yang kubangun di atas luka dan air mata, dan aku hanya butuh sebuah pengakuan dan keberadaan ternyata menghantarkan aku pada beban baru.

Program kepemimpinan yang kusesali untuk kuikuti... sekarang membawa pikiran dan fokus baru.  Bayangkan saja seorang pemimpin yang harus mengurusi semua aspek mulai dari hal kecil tak punya arti seperti gendeng mlorot, suara berisik tetangga sebelah sampai pada hal besar yang berhubungan dengan politik tingkat dewa harus dipedulikan.  Belum lagi keberadaan dan sifat kurang yang mungkin tidak bisa diterima oleh orang lain akan menjadi bisik-bisik seluruh penjuru kapanewon.  Aku tak mengerti mengapa semua ini kulakukan padahal sudah sejak awal aku diperingatkan bahwa jalan ini berbahaya dan anginnya kencang.  Siap menumbangkanmu jatuh menjadi sakit dengan luka yang dibalut lama, bukan saja luka hati tapi mungkin juga jasmani.  Dan dalam hatiku hanya berdoa Naudhubillah...

Tuhan jika semua yang terjadi adalah sebabku berdiri di pucuk dahan maka bantulah aku bertahan dari luka, gelisah dan perih.  Kuatkan aku untuk menatap orang-orang yang pernah melukai dan meninggalkan aku seperti sampah tak berguna.  Semesta semoga mendengar isi hatiku dan membawaku kuat tangguh tanpa jatuh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANTOLOGI RUANG RINDU