Dan perih yang akan kubuang selanjutnya adalah penyesalan panjang mengikuti program kepemimpinan. Bukan kebanggaan yang aku impikan selama ini sebab segala yang aku lakukan ternyata hanya membuang perih dari tempat yang berbeda. Ada perih dan lelah muncul di tempat berbeda. Bukan tujuanku untuk memulai menjadi tinggi sebab tadinya aku hanya ingin menunjukkan eksistensiku, menunjukkan keberadaanku sebagai manusia agar pandanganmu mengarah padaku dan itu berhasil kulakukan sampai kau bawakan aku rembulan untuk meminta maaf padaku. Namun semua itu membawa persoalan baru... keberadaan yang kubangun di atas luka dan air mata, dan aku hanya butuh sebuah pengakuan dan keberadaan ternyata menghantarkan aku pada beban baru. Program kepemimpinan yang kusesali untuk kuikuti... sekarang membawa pikiran dan fokus baru. Bayangkan saja seorang pemimpin yang harus mengurusi semua aspek mulai dari hal kecil tak punya arti seperti gendeng mlorot, suara berisik tetangga sebelah sampai pada hal besar
1. Batas setiap orang harus membuat garis pantainya sendiri tak peduli harus seberapa jauh batas antara langit dan lautnya bukankah dalam jauh mata beradu keduanya hanya sebuah titik yang saling bersinggungan sebegitu rapatnya kita... yang dipisahkan ombak disusul debur-deburnya beserta langit sebiru-birunya hanya bisa bertemu dalam pandangan terkurung dalam batas yang memanjang semua hanya soal waktu kelak garis itu akan musnah dicekam masa nanti... debur ombaknya akan menggulung rata bersemayam dalam langit yang tinggal kemerah marunan rindu ini hanya soal aku kau dan waktu 2. Waktu sudah waktunya mengulum kenangan ketika hujan rintik jatuh semilir angin mengaduh masa itu penghujung tahun membawa serat-serat rindu menemukanmu dalam hempasan petir yang menggelegar lembut biru syahdu warna udara kutemukan bola matamu berbinar tersenyum sedikit mesra aku pura-pura membuangnya di atas kopi yang tersaji beserta adukannya yang
Komentar
Posting Komentar